Senin, 06 April 2015

cooperatif learning


A.  Pengertian Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yaitu pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.[1]
Menurut Parker (1994) pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan bersama.[2]
Menurut Artz dan Newman (1990) mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai small group of learners working together as a team to solve a problem, complete  a task, or accomplish a common goal(kelompok kecil pembelajaran / siswa yang berkerja sama dalam  satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas , atau mencapai satu tujuan bersama).[3]
Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada metode pembelajaran dimana siswa berkerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam belajar. pembelajaran kooperatif umumnya melibatkan kelompok yang terdiri dari 4 siswa dengan kemampuan yang berbeda dan ada pula yang menggunakan kelompok dengan ukuran yang berbeda-beda. (Miftahul Huda hlm. 32)
Adanya pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yaitu siswa diharapkan dapat saling membantu, saling memdiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) bukanlah gagasan baru. Masa belakangan yaitu digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan tertentu. Penelitian setelah 20 tahun terakhir, mengidentifikasikan metode Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagi macam mata pelajaran. Dan dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran.
  1. Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1.      Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2.      Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3.      kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4.      Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
5.      Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6.      Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
7.      Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
Ismail. (2003). Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran). Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP.

C.  Elemen-Elemen Dasar Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa elemen dasar yang membuat pembelajaran kooperatif lebih produktif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan individual.[4]
Elemen-elemen tersebut antara lain:
1.    Interdependensi positif / ketergantugan positif, dalam sebuah kelompok harus meyakini bahwa mereka harus tenggelam dan berenang bersama atau dalam peri bahasa ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul. Dalam suasana pembelajaran koopertaif, siswa harus bertanggung jawab pada dua hal yaitu (1) mempelajari materi yang dipelajari (2) memastikan bahwa semua anggota  kelompoknya juga mempelajari materi tersebut.
2.    Interaksi promotif, didefinisikan sebagai suatu interaksi dalam kelompok dimana setiap anggota saling mendorong dan membantu anggota lain dalam usaha mereka untuk mencapai, menyelesaikan, dan menghasilkan sesuatu untuk tujuan bersama.  interaksi positif muncul ketika angota kelompok saling memberikan bantuan yang efektif dan efesien bagi anggota lain yang membutuhkan.
3.    Akuntabilitas individu (tanggung jawab individual) yaitu membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. taggung jawab perorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. 
4.    Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil , demi mencapai tujuan kelompok siswa harus saling mengerti dan percaya satu  sama lain, berkomunikasi dengan jelas dan tidak ambigu, saling menerima dan mendukung satu sama lain, dan mendamaikan setiap perdebatan yang sekiranya melahirkan konflik. (Johnson dan f. Johnson,1991)
5.    Pemprosesan kelompok dapat didefinisikan sebagai refleksi kelompok dalam 1) mendeskripikan tindakan (anggota kelompok) apa saja yang membantu dan tidak terlalu membantu, 2) urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok.

D.  Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Belajar Kelompok Kecil
      Menurut Ellis dan Wahlen tahun 1990 berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif berbeda dengan belajar kelompok. Tabel berikut ini merefleksikan pembacaan detail Ellis dan Wahlen tentang perbedaan-perbedaan mendasar antara pembelajaran kooperatif dan belajar kelompok kecil.[5]
Kelompok Kooperatif
Kelompok Kecil
Interdependensi positif. Siswa “tenggelam atau berenang bersama-sama” (sink or swim together).
Tidak ada interdependensi. Siswa bekerja sama hanya untuk kesuksesannya sendiri. Bahkan, tak jarang mereka mencocokkan jawaban mereka dengan jawaban teman-temannya hanya untuk memperoleh nilai yang maksimal bagi mereka sendiri.

Akuntabilitas individu. Setiap anggota kelompok harus menguasai materi pembelajaran.
Sekedar ikut-ikutan. Bebeapa siswa membiarkan saja jika ada teman satu kelompoknya bekerja sendiri, sementara mereka tinggal mengcopy-pastenya jika sudah selesai.

Guru mengajarkan keterampilan-keterampilan sosial yang dibutuhkan siswa untuk dapat bekerja sama secara efektif.
Keterampilan sosial tidak diajarkan secara sistematis.


Guru memonitor perilaku siswa.
Guru tidak secara langsung mengobservasi perilaku siswa. Mereka bahkan sering kali terlalu intervensi dalam kerja kelompok. Selama proses diskusi antar siswa, tak jarang guru mengerjakan tugas-tugas lain (seperti menyiapkan pengajaran berikutnya, menulis sesuatu atau hal-hal lain). Tanpa memperhatikan perilaku siswa dalam proses diskusi tersebut.

Guru memberikan feedback tentang perilaku-perilaku siswa selama pembelajaran kooperatif.
Tidak ada feedbacks. Tidak ada diskusi lanjutan tentang perilaku-perilaku siswa selama berkelompok. Guru terkadang hanya berkomentar seperti “Bagus, “lain kali coba lebih baik lagi” dan lain sebagainya.


E.  Metode Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
1.    Metode Student Team Learning (Pembelajaran Tim Siswa/ PTS)
Yaitu teknik pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) yang dikembangkan dan diteliti oleh John Hopkins University.[6]
Metode ini menekankan penggunaan-penggunaan tujuan tim dan sukses tim yang hanya akan dapat dicapai apabila semua anggota tim bisa belajar mengenai pokok bahasan yang telah diajarkan. Tugas yang diberikan bukan melakukan sesuatu sebagai sebuah tim, tetapi belajar sesuatu sebagai sebuah tim.
Tiga konsep penting dalam metode PTS:
a.    Penghargaan bagi tim
     Yaitu dengan memberikan sertifikat atau reward bagi tim yang menang.
b.    Tanggung jawab individu
     Yaitu kesuksesan tim bergantung pada pembelajaran individual dari semua anggota tim.
c.    Kesempatan sukses yang sama
     Semua siswa memberi kontribusi kepada timnya dengan cara meningkatkan kinerja mereka dari yang sebelumnya.
2.    Divisi Prestasi Kelompok Mahasiswa (Student-Team Achievement Division-STAD)
Metode ini dikembangkan oleh Robert E slavin dan koleganya di Universitas John Hopkins dan mungkin merupakan pendekatan Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) paling sederhana dan mudah (Slavin, 1994, 1995). Siswa dibagi dalam tim belajar empat orang dengan ketentuan beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Semua siswa mengerjaka materi secara sendiri-sendiri, boleh saling membantu. Di dalam metode ini memerlukan 3-5 periode/pertemuan kelas.
Metode ini paling sesuai untuk bidang studi yang sudah terdefinisikan dengan jelas, seperti matematika, berhitung dan studi terapan, penggunaan dan mekanika bahasa, geografi dan kemampuan peta, dan konsep-konsep ilmu pengetahuan ilmiah.
Gagasan utama STAD yaitu untuk memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Siswa bekerja sama setelah guru menyampaikan materi pelajaran. Mereka boleh bekerja sama berpasangan dan saling membantu satu sama lain jika ada yang salah dalam memahami.[7]
Namun, meski para siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa harus tahu materinya, dan bertanggung jawab secara individu untuk keberhasilan timnya karena skor tim didasarkan pada kemajuan yang dilakukan anggotanya. Tanggung jawab seperti ini memotivasi siswa untuk memberi penjelasan dengan baik satu sama lain, karena satu-satunya cara bagi tim untuk berhasil adalah dengan membuat semua anggota tim menguasai informasi atau kemampuan yang diajarkan.

3.    Teams Games Tournament (TGT)
Metode ini dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards dan merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode ini cara pembelajaran sama seperti STAD hanya saja kuis digantikan dengan turnamen mingguan dimana siswa memainkan game akademik dengan game anggota lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya.

4.    Jigsaw
Metode ini merupakan adaptasi dari teknik teka-teki Elliot Aronson (1978). Dalam 1 kelompok terdapat empat siswa. Kemudian siswa diminta untuk berhitung 1 sampa 4, pemilik angka yang sama berkumpul menjadi satu untuk mendiskusikan materi sebagai tim ahli, setelah berdiskusi selesai mereka diminta untuk kembali ke kelompok aslnya untuk menerangkan kembali dan saling bertukar informasi di dalam satu kelompoknya.

5.    Team Accelerated Instruction (TAI)
Yaitu dalam satu kelompok terdiri empat orang. Dalam metode ini, kelompok yang bekerja terbaik akan mendapatkan sertifikat. Umumnya digunakan untuk mengajarkan Matematika kelas 3-6 yaitu dengan alasan materi yang disampaikan belum kompleks sehingga dimungkinkan untuk dilakuan percepatan pembelajaran.
 
F.   Dampak Positif Dan Negatif Pembelajaran Kooperatif
Dampak positif:
1.    Meningkatkan pencapaian prestasi siswa.
2.    Hubungan antar-kelompok.
3.    Penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik/ toleransi dan penerimaan akan keberagaman.
4.    Meningkatkan rasa harga diri dan ketrampilan sosial.
Dampak negatif:
1. “Free Rider” atau Pengendara Bebas
Yang dimaksud dengan “free rider” adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompok-kelompoknya, mereka hanya “Mengekor” saja apa yang dilakukan oleh tman-teman satu kelompoknya yang lain.
Free rider sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif ditugaskan untuk menangani satu lembar kerja, satu proyek atau satu laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali satu atau beberapa anggota yang mengerjakan hmpir semua pekerjaan kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lin justru “bebas berkendara” berkeliaran kemana-mana.
2. Difussion of Responsibility
Yang dimaksud dengan difussion of responsibility (penyebaran tanggung jawab) ini adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota lain yang “lebih mampu”. Misalnya, jika mereka ditugaskan untuk mengerjakan tugas matematika atau lainnnya beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu berhitung atau menggunakan rumus-rumus dengan baik sering kali tidak dihiraukan oleh teman-temannya yang lain. Bahkan, mereka yang memiliki skill matematika yang baik pun terkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yang kurang mahir di bidang matematika. Bagi mereka, hal ini hanya membuang-buang waktu dan energi saja.
3. Learning a Part of Task Specialitation
Dalam beberapa metode tertentu seperti jigsaw, group investigation dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan materi bagian yang berbeda antar satu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat siswa hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian materi yang lain yang dikerjakan oleh kelompok hampir tidak digubris sama sekali, padahal semua materi tersebut saling berkaitan satu sama lain.














[1] Robert E. Slavin, Cooperative Learning (Bandung: Nusa Media, 2005) hlm. 4
[2] Miftahul Huda, Cooperative Learning (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 29
[3] Miftahul Huda, Cooperative Learning (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 32
[4] Miftahul Huda, Cooperative Learning (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 46
[5] Miftahul Huda, Cooperative Learning (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) hlm. 79
[6] Robert E. Slavin, Cooperative Learning (Bandung: Nusa Media, 2005) hlm. 10
[7] Robert E. Slavin, Cooperative Learning (Bandung: Nusa Media, 2005) hlm. 12

0 komentar :

Posting Komentar