ANALISIS UU SIKDINAS NO 20 TAHUN 2003 ( pasal 5 ayat 2 )
Fokus pembahasan adalah UU Sikdinas no 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 yang
berbunyi :
“ Warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, Intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh Pendidikan
khusus”.
Di dalam pasal 5 ayat 2 yang berbunyi “ Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, Intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh Pendidikan khusus” tetapi dalam kenyataanya “TIDAK”. Banyak warga Negara Indonesia yang tidak bisa
memperoleh Pendidikan yang bermutu. Misalnya Pendidikan untuk anak inklusi ,
menurut fakta dilapangan anak yang disebut sebagai anak inklusi sealau
tersingkir dari masarakat dan ditambah lagi dengan minimnya pengetahuan yang
dimiliki oleh orang tua tentang bagaimana cara untuk mengoptimalkan kemampuan
anak inklusi.
Pandangan masarakat berfikir bahwa anak
inklusi tidak bisa disekolahkan disekolah Reguler dan mereka berangapan bawah
anak tersebut harus disekolahkan di SLB (sekolah luar biasa). itulah yang
menjadi faktor yang memicu orang tua yang memiliki anak inklusi kurang di
pedulikan dalam hal Pendidikan.
Dalam hal ini, Pemerintah telah memberi
kesempatan untuk anak-anak inklusi bisa sekolah di sekolah reguler dengan
program sekolah inklusi. Namun sayangnya , perhatian yang diberikan oleh
Pemerintah tidak dimanfaatkan dengan baik oleh orang tua yang mempunyai anak
inklusi. Beberapa dari mereka lebih memilih untuk merawat sendiri dan tidak
pernah membekalinya dengan Pendidikan.
Pada hal Pendidikan untuk anak inklusi itu
sangatlah penting , karena anak yang tergolong anak inklusi butuh perhatian
khusus dari orang tua dan masarakat sekitarnya, karena dengan perhatian orang
tua dan masarakat sekitar anak tersebut tidak mengalami terasa disingkirkan dan
mampu untuk mengapresiasikan kemamuanya yang mereka miliki.
Selain faktor dari orang tua dan masarakat
sekitar, sekolah juga sangat mempegarui. banyak sekolah reguler yang ditunjuk
oleh Pemerintah untuk menerima anak inklusi, tetapi dalam kenyataanya banyak
berbagai alasan yang di keluarkan oleh sekolah tersebut. salah satu alasan
sebagai berikut :
1. Sekolah, sekolah sering menganggap bahwa
apabila sekolah tersebut menerima perserta didik yang tergolong anak inklusi ,
maka citra sekolah tersebut akan jatuh.
2. Tenaga Pendidik atau Guru, guru sering
mengeluh karena merasa sulit mengajar anak inklusi, kemudian merasa kurang
pengetahuannya tentang karakteristik anak inklusi.
3. Terbatasnya waktu untuk Guru Pembimbing Khusus
(GPK) , sangat diperlukan guru pembimbing khusus untuk anak inklusi, karena
dengan adanya GPK akan mempermudah guru untuk megajar anak tersebut, jadi anak
tersebut tidak kesulitan dalam proses belajar. tapi kendala yang sering ada
ialah terbatasnya waktu GPK , jadi tidak setiap saat GPK ada disekolah
tersebut, jadi guru kesulitan untuk memberi materi untuk anak tersebut.
4. Fasilitas yang kurang, tidak semua sekolah yang ditunjuk oleh
Pemerintah mengadakan sekolah inklusi mempunyai fasilitas yang lengkap guna
menunjang pembelajaran anak inklusi. Banyak sekolah yang kurang memiliki
fasilitas seperti tangga yang ada pegangan tangan, real way, loop dan wc duduk
yang dilengkapi pegangan.
Untuk mewujudkan apa yang ingin dicapai oleh
Pemerintah harus ada sosialisasi tentang Pendidikan untuk anak inklusi agar
tidak ada kesalahpahaman. selain itu perlunya dukungan dari orang tua,
masarakat sekitar dan yang paling terpenting adalah sekolah yang di tunjuk oleh
Pemerintah sebagai sekolah inklusi. selain itu guru yang mengajar disekolah
tersebut dibekali dengan pengetahuan tentang mendidik anak inklusi. Dengan
adanya itu anak inklusi dapat mencetak prestasi akademik dan non akademik.
0 komentar :
Posting Komentar