Sabtu, 02 Mei 2015

fiqh ibadah dan muamalah

FIQH IBADAH dan MUAMALAH

 HukumBunga Bank Konvensional Dan Produk Bank Syari’at (MURABAHAH)

  1. PENDAHULUAN
Fiqih mengandung segala segi kehidupan, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Allah Pencipta, segi ini disebut Ibadat, maupun segi hubungan antara manusia dengan manusia dan alam sekitarnya, yang kemudian disebut Muamalat dalam artian umum. Seiring bertambahnya usia zaman, umat Islam nampaknya semakin asing dan jauh dari pedoman hukum dan kaidah fiqih itu sendiri, inilah yang mendorong kami membahas hukum dan kaidah berdasarkan Fiqh terkhusus dari segi hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar atau biasa disebut Muamalat. Dalam Muamalat ini kami akan membahas masalah hukum buga Bank yang ada dalam proses perbankan di Indonesia dan Hukum-hukum Murabahah dalam penjual belian barang tertentu.
  1. PENGERTIAN BANK DAN CARA KERJA BANK
a.      Pengertian Bank
Bank (pengucapan bahasa Indonesia) : bang adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut undang-undang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Fungsi Bank adalah  lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana itu kembali kepada masyarakat lain yang membutuhkan.



       
b.      Cara Kerja Bank Islam  atau Bank Syariah
1. Wadiah yaitu titipan uang, barang, dan surat-surat berharga. Dalam operasinya bank Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang, benda, dan surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. bank berhak menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun, bank harus menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu memilih deposito memerlukannya.
2. Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dan pelaksana), dengan mudharabah bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan  sebelumnya.
3. Musyarakah atau syirkah (persekutuan) , pihak bank dan penguasa sama-sama mempunyai andil (saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak andil dalam mengelola usaha patungan itu dan menanggung untung rugi bersama atas dasar perjanjian profide and loss sharing.
4. murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Syarat murabahah antara lain bahwa pihak bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plusnya.
5. Qard Hasan (pinjamn yang baik ), Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposit di bank Islam.
6. Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengolah zakat secara langsung. bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah, misalnya biaya materai dan telepon dalam pemberitahuan rekening.
7. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, utnuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya administrasi pada umumnya.
8. Investasi. Bank Islam dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk diinvestasikan langsung dalam berbagai usaha yang halal.
b. Cara Kerja Bank Konversional 
1.   Pada bank Konvensional, terdapat produk giro, dimana bank sebagai penerima simpanan dapat memanfaatkan prinsip ini dan sebagai konsekuensinya, semua keuntungan yang diperoleh dari dana simpanan atau titipan tersebut akan menjadi milik bank. Sedangkan si penyimpan atau penitip akan mendapatkan jaminan keamanan (titipannya) serta fasilitas-fasilitas giro lain.

2.      Dalam bank Konvensional, tidak ada istilah nisbah bagi hasil, yang ada adalah istilah "bunga", bunga ini akan diperoleh dari semua kegiatan, baik berupa tabungan, deposito atau pinjaman.

3.      Dalam Bank Syariah di namakan Al-Musyarakah, sedangkan di Bank Koversional sebagai sarana pembiayaan, atau yang disebut dengan kredit modal kerja.

4.      Dalam Bank Syariah di namakan Murabahah, sedangkan di Bnak konvensional, untuk hal ini Anda akan dikenakan bunga dan juga diharuskan membayar cicilan bulanan selama jangka waktu tertentu atau lebih dikenal dengan kredit. Dan bisa jadi suku bunga yang berlaku mungkin saja berubah, sehingga membuat cicilan kadang-kadang berubah sesuai suku bunga.

C.    BANK KONVERSIONAL
          Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan, bahwa Bank (Conventional Bank) ialah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas penbayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan modal sendiri atau orang lain. Selain itu juga mengedarkan alat tukar baru dalam bentuk uang ataupun giro.
              Bank Konversional menurut undang-undang pokok perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa dalam transaksi uang dan peredaran uang. Bank Konversional pengoprasiannya menggunakan Bunga Bank.
D.    BANK SYARIAH
       Secara umum, pengertian bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang menyebut bank islam , yakni bank tanpa bunga (interest-free bank), bank tanpa riba (lariba bank), dan bank syariah (Shari’a Bank). Indonesia sendiri secara teknis yuridis, penyebutan bank Islam mempergunakan istilah resmi “bank syariah” atau yang secara lengkap disebut “bank berdasarkan prinsip syariah”.
       Bank syariah didasarkan pada Al – Qur’an dan Hadist sebagai pedoman hidup umat Islam. Filosofi dan dasar Perbankan Syariah meliputi 3 aspek, yaitu produktif, adil, dan memiliki akhlak atau moralitas usaha. Produktif berarti harta yang dipergunakan untuk kemaslahatan dan kesejahteraan. Sedangkan adil berarti dilarangnya riba dan diharuskan melakukan pembagian hasil dan risiko. Akhlak dan moralitas usaha meliputi larangan investasi pada usaha maksiat dan merusak lingkungan serta larangan berspekulasi.


E.     BUNGA DAN RIBA
a.      Antara Bunga Bank dan Riba
Pada dasarnya, bagi bank-bank konvensional, bunga memang merupakan salah satu aspek yang memainkan peran yang sangat vital dalam kegiatan usahanya. Hal ini disebabkan ia terkait langsung dengan banyak dari produk jasa bank itu sendiri. Baik itu berbentuk simpanan maupun kredit. Masing-masing dengan bentuknya yang beraneka ragam seperti giro, deposito berjangka, tabungan, obligasi, KUK, dan lain-lain. Mengingat luasnya bidang usaha perbankan tersebut, pembahasan ini akan lebih memfokuskan diri pada konsep bunga bank itu sendiri dan tidak terlalu jauh merinci aplikasi sistem bunga dalam praktiknya. Menurut Dahlan Siamat, bunga (interest), “dari sisi permintaan adalah biaya atas pinjaman; dan dari sisi penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit.”
Bunga juga suatu hal yang  identik dengan sistem operasional perbankan konvensional. Bunga adalah Selisih antara uang pokok dan jumlah yang harus dikembalikan, bunga atau secara terprinci diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah ( yang memiliki simpana) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank ( nasabah yang memperoleh pinjaman).
Selanjutnya Menurut Bahasa, riba adalah tambahan yang diminta dari uang pokok. Lebih khusus lagi riba yang berhubungan langsung dengan transaksi keuangan atau utang-piutang. Dalam hal ini adalah riba nasi’ah dan riba jahiliyyah. Dalam Al-Qamus Al-Fiqhiy, riba nasi’ah dirumuskan dengan “tambahan yang dipersyaratkan yang diambil oleh pemberi piutang dari orang yang berutang sebagai ganti penundaan (pembayaran).”
Adapun riba jahiliyyah, maka ia dijelaskan sebagai “ketika seseorang berutang pada orang lain dan waktu pelunasan telah jatuh tempo, pemberi piutang berkata: engkau lunasi sekarang atau engkau menambah (waktu pelunasan)? Jika ia memberi tambahan (waktu), ia juga mewajibkan tambahan (atas uang pokok).” Dengan kata lain, riba jahiliyyah adalah kredit yang dibayar lebih dari pokoknya karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Dari dua rumusan riba di atas nampak bahwa inti dari riba dalam transaksi keuangan dan utang-piutang, menurut pengertian ahli-ahli fiqhi, adalah penambahan atas utang. Inti dari riba ini persis sama dengan pengertian bunga. Sehingga bisa dikatakan bahwa sebenarnya riba adalah terjemahan Arab dari kata “bunga”. Untuk contoh yang dikemukakan tadi, Anda sebenarnya cukup mengembalikan utang dalam jumlah yang sama dengan yang Anda pinjam: Rp. 10.000. Tambahan Rp. 100, dalam kaca mata Islam, adalah riba.
b.      Hukum Bunga Bank
Hukum bunga bank tergolong maslah ijtihad, terdapat bebrapa pendapat tentang bunga bank. Menurut penelitian ada beberapa kelompok ulama yang membahas tentang hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya haram secara mutlak). Kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif. Ketiga dan ke-empat muhallilun (kelompok yang menghalalkan ) dan kelima kelompok yang menganggapnya syubhat. Lebih jelasnya dapat dilihat dari uraian berikut ini :
1.   Abu Zahra, Abu A’la al-Maududi, M Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Syyaid Sabiq, Jaad al-haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachrudin, mengatakan bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya.
2.      Mustafa A. Zarqa berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif.
3.      A. Hasan (persis) berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagimana yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
4.      Ibrahim Hosen (Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia) tahun 80-an tentang hukum bunga bank, dengan beberapa bentuk dasar pemikiran, pertama keadaan darurat bunga bank diperbolehkan. Kedua, yang dilarang itu hanya bunga yang berlipat ganda saja, sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi hukumnya diperbolehkan. Ketiga, bank sebagai lembaga tidak termasuk dalam kategori mukallaf, berarti tidak termasuk ke dalam yang terkena khitab ayat-ayat dan hadith riba’.
5.      Majlis Tarjih Muhammadiayh dalam muktamar di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang diberikan oleh bank kepada para nsabah atu sebaliknya termasuk perkara syubhat (belum jelas keharamannya). karena, yang diharamkan Muhammadiyah itu riba yang mengarah kepada pemerasan sejalan dengan surat Al-Baqarah 279.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”.
 Tarjih Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan:
·         Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil al-Quran dan Sunnah
·         Bank dengan sistem bunga hukumnya haram  (Bank Konversional ) dan bank (Bank Islam ) tanpa riba hukumnya halal
·         Bunga yang diberikan oleh bank – bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara mutasyabihat
Fuad Mohammad Fachrudin ia membedakan antara riba dan rente . menurutnya dari silang pendapat tentang bunga bank di atas dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1)      pendapat yang mengharamkan secara mutlak.
2)      pendapat yang mengharamkan jika bersifat konsumsi.
3)      pendapat yang menghalalkan secara mutlak.
4)      pendapat yang menghukuminya sebagai perkara syubhat (belum pasti keharaman dan kehalalannya.
Selain itu menurut Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami di Mekkah pada tanggal 19 Rajab 1406, Bung Bank di bank konversional adalah riba yang diharamkan, dan haram hukumnya melakukan traksaksi simpan atau pinjam di bank Ribawi.
F.     PRODUK BANK SYARIAH (Murabahah)
a.        Pengertian Murabahah
 Kata al-Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga  pembelian yang pertama secara jujur.
        Dalam Murabahah bahwa pihak bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plus-nya.
b.       Rukun dalam akad murabahah adalah :
1.      Ada penjual (ba’i)
2.      Ada pembeli (musytari)
3.      Ada barang yang dijual-belikan
4.      Ada harganya.
c.       Syarat murabahah:
1.      Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2.      Kontrak harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3.      Kontrak harus bebas riba
4.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi barang cacat atas barang yang dibeli
5.      Penjual harus meyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
d.      Pandangan Ulama Terhadap Kebolehan Murabahah
        Ada perbedaan di kalangan para Ulama dalam memandang sah atau tidaknya dalam Murabahah, hal ini disebabkan karena dalam Al-qur’an bagaimanapun juga, tidak pernah secara langsung membicarakan tentang Murabahah, meski disana terdapat tentang acuan jual-beli, laba-rugi dan perdagangan.
        Malik dan Syafi’i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli Murabahah adalah halal, tidak memperkuat pendapat mereka dengan suatu hadis pun. Adapun Syafi’i, tanpa menyandarkan pada suatu teks syari’ah berkata: “Jika seseorang menunjukkan suatu barang kepada seseorang dan berkata “belikan barang (seperti) ini untukku dan aku akan memberi keuntungan sekian,” lalu orang itu membelinya, maka jual beli ini adalah sah.”
                       Fiqih Mazhab Hanafi, Marghinani, membenarkan keabsahan Murabahah berdasarkaan bahwa “syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual beli dalam Murabahah dan juga karena orang memerlukannya.” Faqih dari Mazhab Syafi’i, Nawawi cukup Menyatakan: “Murabahah adalah boleh tanpa penolakan sedikitpun.
        Sejauh ini tidak ada landasan hukum tentang Murabahah oleh ulama-ulama awal. Sebab baik Al Qur’an maupun Hadist sohih tidak terdapat rujukan secara langsung tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun demikian, ada ayat-ayat yang maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan kebolehan Murabahah. Hal ini juga yang oleh para ekonom-ekonom Islam digunakan sebagai landasan hukum tentang kebolehan Murabahah. Landasan hukum tersebut seperti yang diungkapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional dalam Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai Murabahah diantaranya yaitu:
       a). Landasan Al Qur’an
Surat Al-Muzamil :20
        dan orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah”.
            menjelaskan bahwa sebagai mahluk yang hidup di dunia, maka senantiasa mencari rizki (karunia    Allah) dengan bermuamalah, salah satunya dengan jual beli Murabahah.
          Surat Al-Baqarah 198
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ
            Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari      Tuhanmu.
Surat Al- Jumu’ah ayat :10
“apabila telah ditenunaikan sembayang, maka bertebaranlah kamu di mukaa bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
          menjelaskan tentang keseimbangan antara kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat. Maka untuk mencari rizki sebagai usaha untuk hidup di dunia yaitu melakukan Muamalah terhadap sesama manusia. Termasuk di dalamnya jual beli Murabahah.
     b).  Landasan Sunnah
Sedangkan landasan sunnah yang menjadi dasar Murabahah adalah:
       1. (H.R. Ibnu Majjah )
 “tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqoradoh (mudhorobah), dan mencaampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual”.

          Dari keterangan tersebut diatas bahwasannya dalil-dalil mengenai Murabahah adalah dalil-dalil Nash, biarpun dalam dalil-dalil tersebut tidak disebutkan secara jelas mengenai keabsahan Murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual beli yang dibenarkan oleh Al Qur’an maupun Sunnah Nabi. Murabahah merupakan jual beli yang dibenarkan oleh Nash Al Qur’an dan Sunnah Nabi karena Murabahah sama juga dengan jual beli.
       Melalui Fatwa MUI, secara khusus pengaturan mengenai pembiayaan murabahah ditegaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000, dimana dalam fatwa ini memuat enam bagian yang mengatur ketentuan bagaimana murabahah yang sah menurut syariat Islam, dimana secara garis besar bagian itu meliputi,bagian pertama yakni ketentuan umum Murabahah dalam bank Syariah, kedua: Ketentuan Murabahah kepada nasabah, ketiga: Jaminan dalam Murabahah, keempat: Utang dalam Murabahah, kelima: Penundaan Pembayaran dalam Murabahah, keenam: Bangkrut dalam Murabahah.

e.      Pandangan ulama tentang boleh atau tidaknya pembelin dalam kredit
       Ulama-ulama yang bermadzhab Hanafi dan Syafi’i. Mereka berpendapat bahwa pembelian secara kredit adalah sebagai riba Nasiah, yaitu berwujud tambahan yang diBMTan kepada kreditur (orang yang berhutang), dan tentunya hal ini memberatkan sebagai pihak yang berhutang.
Sedangkan Ulama-ulama yang menyatakan bahwa pembelian dengan kredit dibolehkan antara lain seperti Imam Thawus, Al Hakam dan Hamad, demikian yusuf Qardhawi dan juga kebanyakan Ulama asalkan perbedaan antara tunai dengan kredit tidak terlalu jauh sehingga tidak memberatkan kreditur.



G.    PERBEDAAN BANK KONVERSIONAL DAN BANK SYARIAH
      Terdapat dua bentuk pola pengoperasian bank yaitu pola secara konversional (bunga) dan pola yang berdasarkan prinsip syariah (bagi hasil dalam untung dan rugi). Perbedaan antara keduanya dapat dilihat dalam table berikut:
a.       Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konversional Menurut Muhammad  Syafi’I Antonio :
BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
1.  Melakukan investasi yang halal saja.
1. Investasi yang halal dan haram.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil untung/rugi, jual beli, dan sewa.
2. Memakai perangkat bunga.
3. Profit dan falah oriented.
3. Profit Oriented (tujuan untung semata)
4. Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan dewan pengawas sejenis.
4. Tidak terdapat dewan sejenis.

b.      Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvesional Menurut Kamal Khir :
BANK SYARIAH
BANK KONVENSIONAL
1. Fungsi dan cara operasinya sesuai dengan hukum syariah. Menjamin semua aktivitas berdasarkan persyaratan syariah.
1. Fungsi dan cara operasinya berdasarkn prinsip secular dan bukan hukum/ketentuan agama.
2. Pembiayaan bukan berorientasi pada bunga, didasarkan pada prinsip jual beli barang dengan harga jual meliputi margin yang ditetapkan di awal.
2. Pembiayaan berorientasi pada bunga, dihitung berdasarkan pemanfaatan uang.
3. Deposit tidak berorientasikan bunga tapi bagi hasil, para pemilik modal berserikat berdasar presebtase laba.
3. Deposit berorientasi pada bunga, pemilik modal dijamin dengan bunga yang ditetapkan di awal dengan jaminan pengambilan modal pokok.
4. Bank menawarkan keadilan dalam pembiayaan untuk sebuah usaha, kerugian ditanggung bersama, laba dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
4. Tidak biasa ditawarkan, melainkan telah tersedia melalui kehendak perusahaan-perusahaan pemegang modal dan bank-bank pembiaya.

H.    ANALISIS
Dari beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan tentang bunga bank, kami lebih sependapat dengan Mustafa A. Zarqa bahwa  riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif. Dan pendapat A. Hasan bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda sebagimana yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 130
Di Indonesia kebanyakan dari masyarakat saat ini tidak dapat memisahkan antara bunga dan ekonomi yang berlandaskan pada kekuatan modal. Pinjam-meminjam modal dengan pakai bunga merupakan suatu cirri khas bagi kehidupan sistem ekonomi sekarang. Saat ini kebanyakan masyarakat meminjam uang untuk modal usaha  (untuk kemaslahatan) kepada bank Negara yang menurut mereka bunga dari uang yang mereka pinjam tidak berlipat ganda.
Berbeda dengan meminjam pada rentenir yang memang memungut bunga cukup tinggi dan menyulitkan, yang dipungut oleh lintah darat inilah riba, begiru pula bunga konsumtif yang dipungut oleh orang perseorangan adalah riba. Karena, pekerjaan meminjamkan uang dengan memungut bunga itu menimbulkan aniaya dan penganiayaan.
kembali kepada bunga bank yang ada di Indonesia bukan termasuk kategori riba karena ternyata sebagian dari bunga itu tidak terdapat padanya illat larangan riba. Wajar saja jika bank-bank yang ada di Indonesia menggunakan sistem bunga bank karena semata-mata untuk persoalan administrasi dan perputaran uang itu sendiri agar selalu berjalan dan mamapu memberikan kemaslahatan untuk masyarkat yang memang benar-benar membutuhkan uang dari bank itu sendiri.
I.       PENUTUP
Bunga adalah Selisih antara uang pokok dan jumlah yang harus dikembalikan bunga atau secara terprinci diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah ( yang memiliki simpana) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank ( nasabah yang memperoleh pinjaman). Selanjutnya Menurut Bahasa, riba adalah tambahan yang diminta atau uang pokok. Lebih khusus lagi riba yang berhubungan langsung dengan transaksi keuangan atau utang-piutang. A. Hasan (persis) berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda.
Murabahah adalah salah satu dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dalam Murabahah bahwa pihak bank harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plus-nya.
Sejauh ini tidak ada landasan hukum tentang Murabahah oleh ulama-ulama awal. Sebab baik Al Qur’an maupun Hadist sohih tidak terdapat rujukan secara langsung tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun demikian, ada ayat-ayat yang maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan kebolehan Murabahah.



DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.Ahad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2007.
Fariadi, Ruslan, Bank, Asuransi, Riba, Serta etika Bisnis,Yogyakarta: Surya Ilmu, 2007.
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Prenada Media Group, 2010.
Iska, Syukri. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press,   2012.





0 komentar :

Posting Komentar