FIQH
IBADAH dan MUAMALAH
- PENDAHULUAN
Fiqih
mengandung segala segi kehidupan, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan
Allah Pencipta, segi ini disebut Ibadat, maupun segi hubungan antara manusia
dengan manusia dan alam sekitarnya, yang kemudian disebut Muamalat dalam artian
umum. Seiring bertambahnya usia zaman, umat Islam nampaknya semakin asing dan
jauh dari pedoman hukum dan kaidah fiqih itu sendiri, inilah yang mendorong
kami membahas hukum dan kaidah berdasarkan Fiqh terkhusus dari segi hubungan
manusia dengan manusia dan alam sekitar atau biasa disebut Muamalat. Dalam
Muamalat ini kami akan membahas masalah hukum buga Bank yang ada dalam proses
perbankan di Indonesia dan Hukum-hukum Murabahah dalam penjual belian barang
tertentu.
- PENGERTIAN BANK DAN CARA KERJA BANK
a. Pengertian
Bank
Bank (pengucapan bahasa Indonesia) : bang
adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan
untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau
yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa
Italia banca berarti tempat penukaran uang. Sedangkan menurut
undang-undang perbankan, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Fungsi Bank adalah lembaga yang
menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana itu kembali kepada
masyarakat lain yang membutuhkan.
b. Cara
Kerja Bank Islam atau Bank Syariah
1.
Wadiah yaitu titipan uang, barang, dan surat-surat berharga. Dalam operasinya
bank Islam menghimpun dengan cara menerima deposito berupa uang, benda, dan
surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam.
bank berhak menggunakan dana tersebut tanpa harus membayar imbalannya. Namun,
bank harus menjamin bahwa dana itu dapat dikembalikan tepat pada waktu memilih
deposito memerlukannya.
2.
Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dan pelaksana), dengan mudharabah
bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya
dengan perjanjian bagi hasil, baik untung ataupun rugi sesuai dengan perjanjian
yang telah ditentukan sebelumnya.
3.
Musyarakah atau syirkah (persekutuan) , pihak bank dan penguasa sama-sama
mempunyai andil (saham) pada usaha patungan. Kedua belah pihak andil dalam
mengelola usaha patungan itu dan menanggung untung rugi bersama atas dasar
perjanjian profide and loss sharing.
4.
murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga pembelian
yang pertama secara jujur. Syarat murabahah antara lain bahwa pihak bank harus
memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan
keuntungan bersihnya dari cost plusnya.
5.
Qard Hasan (pinjamn yang baik ), Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa
bunga kepada para nasabah yang baik terutama para nasabah yang memiliki deposit
di bank Islam.
6.
Bank Islam boleh mengelola zakat di Negara yang pemerintahannya tidak mengolah
zakat secara langsung. bank Islam juga dapat menggunakan sebagian zakat yang
terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif yang hasilnya untuk kepentingan
agama dan umum. Bank Islam juga boleh menerima dan memungut pembayaran untuk
mengganti biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan
pekerjaannya untuk melayani kepentingan para nasabah, misalnya biaya materai
dan telepon dalam pemberitahuan rekening.
7.
Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan
nasabah, utnuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank dan biaya
administrasi pada umumnya.
8.
Investasi. Bank Islam dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk
diinvestasikan langsung dalam berbagai usaha yang halal.
b.
Cara Kerja Bank Konversional
1.
Pada
bank Konvensional, terdapat produk giro, dimana bank sebagai penerima simpanan
dapat memanfaatkan prinsip ini dan sebagai konsekuensinya, semua keuntungan
yang diperoleh dari dana simpanan atau titipan tersebut akan menjadi milik
bank. Sedangkan si penyimpan atau penitip akan mendapatkan jaminan keamanan
(titipannya) serta fasilitas-fasilitas giro lain.
2. Dalam bank Konvensional, tidak ada
istilah nisbah bagi hasil, yang ada adalah istilah "bunga", bunga ini
akan diperoleh dari semua kegiatan, baik berupa tabungan, deposito atau
pinjaman.
3. Dalam Bank Syariah di namakan Al-Musyarakah,
sedangkan di Bank Koversional sebagai sarana pembiayaan, atau yang disebut
dengan kredit modal kerja.
4. Dalam Bank Syariah di namakan
Murabahah, sedangkan di Bnak konvensional, untuk hal ini Anda akan dikenakan
bunga dan juga diharuskan membayar cicilan bulanan selama jangka waktu tertentu
atau lebih dikenal dengan kredit. Dan bisa jadi suku bunga yang berlaku mungkin
saja berubah, sehingga membuat cicilan kadang-kadang berubah sesuai suku bunga.
C.
BANK KONVERSIONAL
Dalam ensiklopedia Indonesia
disebutkan, bahwa Bank (Conventional Bank) ialah suatu lembaga keuangan yang
usaha pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
penbayaran serta peredaran uang, dengan tujuan memenuhi kebutuhan kredit dengan
modal sendiri atau orang lain. Selain itu juga mengedarkan alat tukar baru
dalam bentuk uang ataupun giro.
Bank Konversional menurut undang-undang
pokok perbankan tahun 1967 adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan
kredit dan jasa dalam transaksi uang dan peredaran uang. Bank Konversional
pengoprasiannya menggunakan Bunga Bank.
D.
BANK SYARIAH
Secara umum, pengertian bank Islam (Islamic
Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat
Islam. Saat ini banyak istilah yang menyebut bank islam , yakni bank tanpa
bunga (interest-free bank), bank tanpa riba (lariba bank), dan
bank syariah (Shari’a Bank). Indonesia sendiri secara teknis yuridis,
penyebutan bank Islam mempergunakan istilah resmi “bank syariah” atau yang
secara lengkap disebut “bank berdasarkan prinsip syariah”.
Bank syariah didasarkan pada Al – Qur’an
dan Hadist sebagai pedoman hidup umat Islam. Filosofi dan dasar Perbankan
Syariah meliputi 3 aspek, yaitu produktif, adil, dan memiliki akhlak atau
moralitas usaha. Produktif berarti harta yang dipergunakan untuk kemaslahatan
dan kesejahteraan. Sedangkan adil berarti dilarangnya riba dan diharuskan
melakukan pembagian hasil dan risiko. Akhlak dan moralitas usaha meliputi
larangan investasi pada usaha maksiat dan merusak lingkungan serta larangan
berspekulasi.
E.
BUNGA DAN RIBA
a. Antara Bunga Bank dan Riba
Pada
dasarnya, bagi bank-bank konvensional, bunga memang merupakan salah satu aspek
yang memainkan peran yang sangat vital dalam kegiatan usahanya. Hal ini
disebabkan ia terkait langsung dengan banyak dari produk jasa bank itu sendiri.
Baik itu berbentuk simpanan maupun kredit. Masing-masing dengan bentuknya yang
beraneka ragam seperti giro, deposito berjangka, tabungan, obligasi, KUK, dan lain-lain.
Mengingat luasnya bidang usaha perbankan tersebut, pembahasan ini akan lebih
memfokuskan diri pada konsep bunga bank itu sendiri dan tidak terlalu jauh
merinci aplikasi sistem bunga dalam praktiknya. Menurut Dahlan Siamat, bunga
(interest), “dari sisi permintaan adalah biaya atas pinjaman; dan dari sisi
penawaran merupakan pendapatan atas pemberian kredit.”
Bunga
juga suatu hal yang identik dengan
sistem operasional perbankan konvensional. Bunga adalah Selisih antara uang
pokok dan jumlah yang harus dikembalikan, bunga atau secara terprinci diartikan
sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah ( yang memiliki simpana) dengan
yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank ( nasabah yang memperoleh
pinjaman).
Selanjutnya Menurut Bahasa, riba adalah tambahan yang diminta
dari uang pokok. Lebih khusus lagi riba yang berhubungan langsung
dengan transaksi keuangan atau utang-piutang. Dalam hal ini adalah riba nasi’ah
dan riba jahiliyyah. Dalam Al-Qamus Al-Fiqhiy, riba nasi’ah
dirumuskan dengan “tambahan yang dipersyaratkan yang diambil oleh pemberi
piutang dari orang yang berutang sebagai ganti penundaan (pembayaran).”
Adapun
riba jahiliyyah, maka ia dijelaskan sebagai “ketika seseorang
berutang pada orang lain dan waktu pelunasan telah jatuh tempo, pemberi piutang
berkata: engkau lunasi sekarang atau engkau menambah (waktu pelunasan)? Jika ia
memberi tambahan (waktu), ia juga mewajibkan tambahan (atas uang pokok).”
Dengan kata lain, riba jahiliyyah adalah kredit yang dibayar lebih
dari pokoknya karena kreditur tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang
ditetapkan.
Dari
dua rumusan riba di atas nampak bahwa inti dari riba dalam transaksi keuangan
dan utang-piutang, menurut pengertian ahli-ahli fiqhi, adalah penambahan
atas utang. Inti dari riba ini persis sama dengan pengertian bunga.
Sehingga bisa dikatakan bahwa sebenarnya riba adalah terjemahan Arab dari kata
“bunga”. Untuk contoh yang dikemukakan tadi, Anda sebenarnya cukup
mengembalikan utang dalam jumlah yang sama dengan yang Anda pinjam: Rp. 10.000.
Tambahan Rp. 100, dalam kaca mata Islam, adalah riba.
b.
Hukum Bunga Bank
Hukum
bunga bank tergolong maslah ijtihad, terdapat bebrapa pendapat tentang bunga
bank. Menurut penelitian ada beberapa kelompok ulama yang membahas tentang
hukum bunga bank. Pertama kelompok muharrimun (kelompok yang menghukuminya
haram secara mutlak). Kedua kelompok yang mengharamkan jika bersifat konsumtif.
Ketiga dan ke-empat muhallilun (kelompok yang menghalalkan ) dan kelima
kelompok yang menganggapnya syubhat. Lebih jelasnya dapat dilihat dari uraian
berikut ini :
1. Abu
Zahra, Abu A’la al-Maududi, M Abdullah al-Araby dan Yusuf Qardhawi, Syyaid
Sabiq, Jaad al-haqq Ali Jadd al-Haqq dan Fuad Muhammad Fachrudin, mengatakan
bahwa bunga bank itu riba nasiah yang mutlak keharamannya.
2. Mustafa
A. Zarqa berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif
seperti yang berlaku pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum
lemah yang konsumtif.
3. A.
Hasan (persis) berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di
Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda
sebagimana yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan”.
4. Ibrahim
Hosen (Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia) tahun 80-an tentang hukum
bunga bank, dengan beberapa bentuk dasar pemikiran, pertama keadaan
darurat bunga bank diperbolehkan. Kedua, yang dilarang itu hanya bunga
yang berlipat ganda saja, sedangkan suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi
hukumnya diperbolehkan. Ketiga, bank sebagai lembaga tidak termasuk
dalam kategori mukallaf, berarti tidak termasuk ke dalam yang terkena khitab
ayat-ayat dan hadith riba’.
5. Majlis
Tarjih Muhammadiayh dalam muktamar di Sidoarjo 1968 memutuskan bahwa bunga yang
diberikan oleh bank kepada para nsabah atu sebaliknya termasuk perkara syubhat
(belum jelas keharamannya). karena, yang diharamkan Muhammadiyah itu riba yang
mengarah kepada pemerasan sejalan dengan surat Al-Baqarah 279.
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا
فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ
أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya”.
Tarjih
Muhammadiyah Sidoarjo (1986) memutuskan:
·
Riba hukumnya haram sesuai dengan dalil
al-Quran dan Sunnah
·
Bank dengan sistem bunga hukumnya haram (Bank Konversional ) dan bank (Bank Islam ) tanpa
riba hukumnya halal
·
Bunga yang diberikan oleh bank – bank
milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku,
termasuk perkara mutasyabihat
Fuad
Mohammad Fachrudin ia membedakan antara riba dan rente . menurutnya dari silang
pendapat tentang bunga bank di atas dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1) pendapat
yang mengharamkan secara mutlak.
2) pendapat
yang mengharamkan jika bersifat konsumsi.
3) pendapat
yang menghalalkan secara mutlak.
4) pendapat
yang menghukuminya sebagai perkara syubhat (belum pasti keharaman dan
kehalalannya.
Selain
itu menurut Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami di Mekkah pada tanggal 19
Rajab 1406, Bung Bank di bank konversional adalah riba yang diharamkan, dan
haram hukumnya melakukan traksaksi simpan atau pinjam di bank Ribawi.
F.
PRODUK BANK SYARIAH (Murabahah)
a.
Pengertian
Murabahah
Kata al-Murabahah
diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْحُ) yang berarti kelebihan dan tambahan
(keuntungan), atau murabahah juga berarti Al-Irbaah karena salah satu
dari dua orang yang bertransaksi memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga
atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur.
Dalam
Murabahah bahwa pihak bank
harus memberikan informasi selengkapnya kepada pembeli tentang harga
pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost plus-nya.
b.
Rukun dalam akad murabahah adalah :
1. Ada
penjual (ba’i)
2. Ada
pembeli (musytari)
3. Ada
barang yang dijual-belikan
4. Ada
harganya.
c.
Syarat murabahah:
1. Penjual
memberi tahu biaya modal kepada nasabah
2. Kontrak
harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan
3. Kontrak
harus bebas riba
4. Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi barang cacat atas barang yang
dibeli
5. Penjual
harus meyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
d.
Pandangan Ulama Terhadap Kebolehan Murabahah
Ada perbedaan di kalangan para Ulama dalam memandang sah atau tidaknya
dalam Murabahah, hal ini disebabkan karena dalam Al-qur’an bagaimanapun
juga, tidak pernah secara langsung membicarakan tentang Murabahah, meski
disana terdapat tentang acuan jual-beli, laba-rugi dan perdagangan.
Malik dan Syafi’i yang secara khusus mengatakan bahwa jual beli Murabahah
adalah halal, tidak memperkuat pendapat mereka dengan suatu hadis pun.
Adapun Syafi’i, tanpa menyandarkan pada suatu teks syari’ah berkata: “Jika
seseorang menunjukkan suatu barang kepada seseorang dan berkata “belikan barang
(seperti) ini untukku dan aku akan memberi keuntungan sekian,” lalu orang itu
membelinya, maka jual beli ini adalah sah.”
Fiqih Mazhab Hanafi,
Marghinani, membenarkan keabsahan Murabahah berdasarkaan bahwa
“syarat-syarat yang penting bagi keabsahan suatu jual beli dalam Murabahah
dan juga karena orang memerlukannya.” Faqih dari Mazhab Syafi’i,
Nawawi cukup Menyatakan: “Murabahah adalah boleh tanpa penolakan
sedikitpun.
Sejauh ini tidak ada landasan hukum
tentang Murabahah oleh ulama-ulama awal. Sebab baik Al Qur’an maupun Hadist
sohih tidak terdapat rujukan secara langsung tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun demikian, ada ayat-ayat yang
maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan kebolehan Murabahah.
Hal ini juga yang oleh para ekonom-ekonom
Islam digunakan sebagai landasan hukum tentang kebolehan Murabahah.
Landasan hukum tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Dewan Syari’ah Nasional dalam Himpunan Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia mengenai Murabahah
diantaranya yaitu:
a). Landasan Al Qur’an
Surat
Al-Muzamil :20
“
dan
orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah”.
menjelaskan bahwa sebagai mahluk yang
hidup di dunia, maka senantiasa mencari rizki (karunia Allah) dengan bermuamalah, salah satunya
dengan jual beli Murabahah.
Surat Al-Baqarah 198
لَيْسَ عَلَيْكُمْ
جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلا مِنْ رَبِّكُمْ
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu”.
Surat Al-
Jumu’ah ayat :10
“apabila telah
ditenunaikan sembayang, maka bertebaranlah kamu di mukaa bumi dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
menjelaskan tentang keseimbangan antara kehidupan di dunia
dan kehidupan di akhirat. Maka untuk mencari rizki sebagai usaha untuk hidup di
dunia yaitu melakukan Muamalah terhadap sesama manusia. Termasuk di dalamnya jual
beli Murabahah.
b). Landasan Sunnah
Sedangkan
landasan sunnah yang menjadi dasar Murabahah adalah:
1. (H.R.
Ibnu Majjah )
“tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan:
jual beli secara tangguh, muqoradoh (mudhorobah), dan mencaampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah tangga, bukan untuk di jual”.
Dari keterangan
tersebut diatas bahwasannya dalil-dalil mengenai Murabahah adalah
dalil-dalil Nash, biarpun dalam dalil-dalil tersebut tidak disebutkan secara
jelas mengenai keabsahan Murabahah, akan tetapi menunjukkan tentang jual
beli yang dibenarkan oleh Al Qur’an maupun Sunnah Nabi. Murabahah merupakan
jual beli yang dibenarkan oleh Nash Al Qur’an dan Sunnah Nabi karena Murabahah
sama juga dengan jual beli.
Melalui Fatwa MUI, secara khusus pengaturan mengenai pembiayaan
murabahah ditegaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000,
dimana dalam fatwa ini memuat enam bagian yang mengatur ketentuan bagaimana
murabahah yang sah menurut syariat Islam, dimana secara garis besar bagian itu
meliputi,bagian pertama yakni ketentuan umum Murabahah dalam bank
Syariah, kedua: Ketentuan Murabahah kepada nasabah, ketiga:
Jaminan dalam Murabahah, keempat: Utang dalam Murabahah, kelima:
Penundaan Pembayaran dalam Murabahah, keenam: Bangkrut dalam Murabahah.
e.
Pandangan ulama tentang boleh atau
tidaknya pembelin dalam kredit
Ulama-ulama yang
bermadzhab Hanafi dan Syafi’i. Mereka berpendapat bahwa pembelian secara kredit
adalah sebagai riba Nasiah, yaitu berwujud tambahan yang diBMTan kepada
kreditur (orang yang berhutang), dan tentunya hal ini memberatkan sebagai pihak
yang berhutang.
Sedangkan Ulama-ulama
yang menyatakan bahwa pembelian dengan kredit dibolehkan antara lain seperti
Imam Thawus, Al Hakam dan Hamad, demikian yusuf Qardhawi dan juga kebanyakan
Ulama asalkan perbedaan antara tunai dengan kredit tidak terlalu jauh sehingga
tidak memberatkan kreditur.
G.
PERBEDAAN BANK KONVERSIONAL DAN BANK SYARIAH
Terdapat dua bentuk pola pengoperasian bank
yaitu pola secara konversional (bunga) dan pola yang berdasarkan prinsip
syariah (bagi hasil dalam untung dan rugi). Perbedaan antara
keduanya dapat dilihat dalam table berikut:
a. Perbedaan Bank Syariah dan
Bank Konversional Menurut Muhammad
Syafi’I Antonio :
BANK SYARIAH
|
BANK KONVENSIONAL
|
1. Melakukan investasi yang halal saja.
|
1.
Investasi yang halal dan haram.
|
2. Berdasarkan
prinsip bagi hasil untung/rugi, jual beli, dan sewa.
|
2.
Memakai perangkat bunga.
|
3.
Profit dan falah oriented.
|
3.
Profit Oriented (tujuan untung semata)
|
4.
Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan dewan pengawas sejenis.
|
4.
Tidak terdapat dewan sejenis.
|
b. Perbedaan
Bank Syariah dan Bank Konvesional Menurut Kamal Khir :
BANK SYARIAH
|
BANK KONVENSIONAL
|
1. Fungsi dan cara
operasinya sesuai dengan hukum syariah. Menjamin semua aktivitas berdasarkan
persyaratan syariah.
|
1. Fungsi dan cara
operasinya berdasarkn prinsip secular dan bukan hukum/ketentuan agama.
|
2. Pembiayaan bukan
berorientasi pada bunga, didasarkan pada prinsip jual beli barang dengan
harga jual meliputi margin yang ditetapkan di awal.
|
2. Pembiayaan
berorientasi pada bunga, dihitung berdasarkan pemanfaatan uang.
|
3. Deposit tidak
berorientasikan bunga tapi bagi hasil, para pemilik modal berserikat berdasar
presebtase laba.
|
3. Deposit
berorientasi pada bunga, pemilik modal dijamin dengan bunga yang ditetapkan
di awal dengan jaminan pengambilan modal pokok.
|
4. Bank menawarkan
keadilan dalam pembiayaan untuk sebuah usaha, kerugian ditanggung bersama,
laba dibagi berdasarkan nisbah yang telah disepakati.
|
4. Tidak biasa
ditawarkan, melainkan telah tersedia melalui kehendak perusahaan-perusahaan
pemegang modal dan bank-bank pembiaya.
|
H.
ANALISIS
Dari
beberapa pendapat para ahli yang menjelaskan tentang bunga bank, kami lebih
sependapat dengan Mustafa A. Zarqa bahwa
riba yang diharamkan adalah yang bersifat konsumtif seperti yang berlaku
pada zaman jahiliyah sebagai bentuk pemerasan kepada kaum lemah yang konsumtif.
Dan pendapat A. Hasan bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di
Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda
sebagimana yang dimaksud dalam surat Ali Imran ayat 130
Di
Indonesia kebanyakan dari masyarakat saat ini tidak dapat memisahkan antara
bunga dan ekonomi yang berlandaskan pada kekuatan modal. Pinjam-meminjam modal
dengan pakai bunga merupakan suatu cirri khas bagi kehidupan sistem ekonomi
sekarang. Saat ini kebanyakan masyarakat meminjam uang untuk modal usaha (untuk kemaslahatan) kepada bank Negara yang
menurut mereka bunga dari uang yang mereka pinjam tidak berlipat ganda.
Berbeda
dengan meminjam pada rentenir yang memang memungut bunga cukup tinggi dan
menyulitkan, yang dipungut oleh lintah darat inilah riba, begiru pula bunga
konsumtif yang dipungut oleh orang perseorangan adalah riba. Karena, pekerjaan
meminjamkan uang dengan memungut bunga itu menimbulkan aniaya dan penganiayaan.
kembali
kepada bunga bank yang ada di Indonesia bukan termasuk kategori riba karena
ternyata sebagian dari bunga itu tidak terdapat padanya illat larangan riba. Wajar
saja jika bank-bank yang ada di Indonesia menggunakan sistem bunga bank karena
semata-mata untuk persoalan administrasi dan perputaran uang itu sendiri agar
selalu berjalan dan mamapu memberikan kemaslahatan untuk masyarkat yang memang
benar-benar membutuhkan uang dari bank itu sendiri.
I.
PENUTUP
Bunga
adalah Selisih antara uang pokok dan jumlah yang harus dikembalikan bunga atau
secara terprinci diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (
yang memiliki simpana) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (
nasabah yang memperoleh pinjaman). Selanjutnya
Menurut Bahasa, riba adalah tambahan yang diminta atau uang pokok.
Lebih khusus lagi riba yang berhubungan langsung dengan transaksi keuangan atau
utang-piutang. A. Hasan (persis) berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti
yang berlaku di Indonesia bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak
berlipat ganda.
Murabahah adalah salah satu dari dua orang yang bertransaksi
memberikan keuntungan kepada yang lainnya. Murabahah adalah jual beli barang dengan tambahan harga atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur. Dalam Murabahah bahwa pihak bank harus memberikan informasi selengkapnya
kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya dari cost
plus-nya.
Sejauh ini
tidak ada landasan hukum tentang Murabahah oleh ulama-ulama awal. Sebab
baik Al Qur’an maupun Hadist sohih tidak terdapat rujukan secara langsung
tentang keabsahan transaksi Murabahah. Namun demikian, ada ayat-ayat
yang maksudnya dapat digunakan sebagai dasar atau landasan kebolehan Murabahah.
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya.Ahad dan Produk Bank
Syariah. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2007.
Fariadi, Ruslan, Bank, Asuransi,
Riba, Serta etika Bisnis,Yogyakarta: Surya Ilmu, 2007.
Ghazaly, Abdul Rahman, dkk. Fiqh
Muamalat. Jakarta: Prenada Media Group, 2010.
Iska, Syukri. Sistem Perbankan
Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012.
0 komentar :
Posting Komentar